Senin, 01 Juni 2009

eKonOMi

JAKARTA - Bangsa Indonesia disarankan tidak perlu takut terhadap paham neoliberalisme (neolib), mengingat Indonesia sudah memiliki pondasi ekonomi Pancasila yang sudah teruji.

Selain itu, pro kontra ekonomi neolib dan kerakyatan dinilai sudah usang. Karena dalam teori ekonomi positif tidak dikenal ekonomi kerakyatan dan neolib. Saat ini yang perlu diperhatikan bagaimana memecahkan persoalan bagi rakyat miskin.

"Saat ini persoalan bukan lagi neolib atau bukan, tapi bagaimana kesulitan masyarakat miskin bisa diatasi dengan memberikan akses kredit dan pemasaran yang luas, ketimbang bicara neolib," tandas Staf Ahli Menteri Keuangan Chatib Basri kepada wartawan, seusai diskusi antara Neolib dan Ekonomi Kerakyatan, di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (26/5/2009).

Di sisi lain, dia pun kembali mempertanyakan keberadaan Kwik Kian Gie yang juga bagian dari neoliberalisme bila menuding Boediono sebagai biang neolib. Pasalnya, mantan kepala Bappenas tersebut punya andil dengan menandatangani 100 butir perjanjian Leter of Intent (LoI) perpanjangan masa kerja IMF di Indonesia saat menjabat sebagai menko perekonomian.

"Saya tidak bilang beliau neolib, hanya saja isu tersebut tidak relevan. Karena di setiap konteks policy selalu terjadi seperti demikian," tegasnya.

Kendatipun demikian, Chatib tetap respek terhadap sosok Kwik yang selalu konsisten membela rakyat. Namun dirinya tetap menilai polemik neoliberalisme dan kerakyatan saat ini sudah tidak lagi relevan.

Sebelumnya, Kwik Kian Gie menantang cawapres Boediono tentang ekonomi kerakyatan dengan paham ekonomi neoliberalisme yang dibawa Boediono. (ade)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Twilight Saga New Moon

ViDeO